I made this widget at MyFlashFetish.com.

my muzzz

Adrian Martadinata ~ Ajari Aku

Get more songs & code at www.stafaband.info

4/30/2009

Cinta Kasih di Hati Manusia - Wonderful story

Cinta Kasih di Hati Manusia - Wonderful story
October 31st, 2008 by mie2

Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan suami-istri Simon dan
Matrena. Simon yang miskin ini adalah seorang pembuat sepatu. Meskipun hidupnya
tidaklah berkecukupan, Simon adalah seorang yang mensyukuri hidupnya yang
pas-pasan. Masih banyak orang lain yang hidup lebih miskin daripada Simon.
Banyak orang-orang itu yang malah berhutang padanya. Kebanyakan berhutang
ongkos pembuatan sepatu. Maklumlah, di Rusia sangat dingin sehingga kepemilikan
sepatu dan mantel merupakan hal yang mutlak jika tidak mau mati kedinginan.

Suatu hari keluarga tersebut hendak membeli mantel baru karena mantel mereka
sudah banyak yang berlubang-lubang. Uang simpanan mereka hanya 3 rubel (rubel = mata uang Rusia) padahal mantel baru yang paling murah harganya 5 rubel.
Maka Matrena meminta pada suaminya untuk menagih hutang orang-orang yang
telah mereka buatkan sepatu. Maka Simon pun berangkat pergi menagih hutang.
Tapi tak satupun yang membayar. Dengan sedih Simon pulang. Ia batal membeli
mantel.

Dalam perjalanan pulang, Simon melewati gereja, dan saat itu ia melihat
sesosok manusia yang sangat putih bersandar di dinding luar gereja. Orang itu
tak berpakaian dan kelihatan sekali ia sangat kedinginan.

Simon ketakutan, “Siapakah dia? Setankah? Ah, daripada
terlibat macam-macam lebih baik aku pulang saja”. Simon bergegas
mempercepat langkahnya sambil sesekali mengawasi belakangnya, ia takut kalau
orang itu tiba-tiba mengejarnya.

Namun ketika semakin jauh, suara hatinya berkata, “HAI SIMON, TAK
MALUKAH KAU? KAU PUNYA MANTEL MESKIPUN SUDAH BERLUBANG-LUBANG, SEDANGKAN ORANG
ITU TELANJANG. PANTASKAH ORANG MENINGGALKAN SESAMANYA BEGITU SAJA?”

Simon ragu, tapi akhirnya toh ia balik lagi ke tempat orang itu bersandar.
Ketika sudah dekat, dilihatnya orang itu ternyata pria yang wajahnya sungguh
tampan. Kulitnya bersih seperti kulit bangsawan. Badannya terlihat lemas dan
tidak berdaya, namun sorot matanya menyiratkan rasa terima kasih yang amat
sangat ketika Simon memakaikan mantel luarnya kepada orang itu dan memapahnya
berdiri. Ia tidak bisa menjawab sepatah kata pun atas pertanyaan-pertanya an
Simon, sehingga Simon memutuskan untuk membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Matrena marah sekali karena Simon tidak membawa mantel
baru dan membawa seorang pria asing. “Simon, siapa ini? Mana mantel barunya?”

Simon mencoba menyabarkan Matrena, “Sabar, Matrena…. dengar dulu
penjelasanku. Orang ini kutemukan di luar gereja, ia kedinginan, jadi kuajak
sekalian pulang”.

“Bohong!! Aku tak percaya….sudahlah , pokoknya aku tak mau
dengar ceritamu! Sudah tahu kita ini miskin kok masih sok suci menolong orang segala!!
Usir saja dia!!” “Astaga, Matrena! Jangan berkata begitu, seharusnya
kita bersyukur karena kita masih bisa makan dan punya pakaian, sedangkan orang
ini telanjang dan

kelaparan. Tidakkah di hatimu ada sedikit belas kasih? “Matrena
menatap wajah pria asing itu, mendadak ia merasa iba. Lalu disiapkannya makan
malam sederhana berupa roti keras dan bir hangat. “Silakan makan, hanya
sebeginilah makanan yang ada. Siapa namamu dan darimana asalmu? Bagaimana
ceritanya kau bisa telanjang di luar gereja?”

Tiba-tiba wajah pria asing itu bercahaya. Mukanya berseri dan ia
tersenyum untuk pertama kalinya. “Namaku Mikhail, asalku dari jauh. Sayang
sekali banyak yang tak dapat kuceritakan. Kelak akan tiba saatnya aku boleh menceritakan
semua yang kalian ingin ketahui tentang aku. Aku akan sangat berterima kasih
kalau kalian mau menerimaku bekerja di sini.”

“Ah, Mikhail, usaha sepatuku ini cuma usaha kecil. Aku takkan
sanggup menggajimu”, demikian Simon menjawab.

Tak apa, Simon. Kalau kau belum sanggup menggajiku, aku tak keberatan
kerja tanpa gaji asalkan aku mendapat makan dan tempat untuk tidur.”

“Baiklah kalau kau memang mau begitu. Besok kau mulai
bekerja”.

Malamnya pasangan suami-istri itu tak dapat tidur. Mereka
bertanya-tanya.

“Simon tidakkah kita keliru menerima orang itu? Bagaimana
jika Mikhail itu ternyata buronan?” Matrena bertanya dengan gelisah pada
Simon.

Simon menjawab, “Sudahlah Matrena. Percayalah pada pengaturan
Tuhan. Biarlah ia tinggal di sini.Tingkah lakunya cukup baik. Kalau ternyata ia
berperilaku tidak baik, segera kuusir dia”.

Esoknya Mikhail mulai bekerja membantu Simon membuat dan memperbaiki sepatu.
Di bengkelnya, Simon mengajari Mikhail memintal benang dan membuat pola serta
menjahit kulit untuk sepatu. Sungguh aneh, baru tiga hari belajar, Mikhail sudah
bisa membuat sepatu lebih baik dan rapi daripada Simon.

Lama kelamaan bengkel sepatu Simon mulai terkenal karena sepatu buatan Mikhail
yang bagus. Banyak pesanan mengalir dari desa-desa yang penduduknya kaya. Simon
tidak lagi miskin. Keluarga itu sangat bersyukur karena mereka sadar, tanpa
bantuan tangan terampil Mikhail, usaha mereka takkan semaju ini.

Namun mereka juga terus bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya
Mikhail ini. Anehnya, selama Mikhail tinggal bersama mereka, baru sekali saja
ia tersenyum, yaitu dulu saat Matrena memberi Mikhail makan. Namun meski tanpa senyum,
muka Mikhail selalu berseri sehingga orang tak takut melihat wajahnya.

Suatu hari datanglah seorang kaya bersama pelayannya. Orang itu tinggi besar,
galak dan terlihat kejam. “Hai Simon, Aku minta dibuatkan sepatu yang
harus tahan setahun mengahadapi cuaca dingin. Kalau sepatu itu rusak sebelum
setahun, kuseret kau ke muka hakim untuk dipenjarakan! ! Ini, kubawakan kulit
terbaik untuk bahan sepatu. Awas, hati-hati ini kulit yang sangat mahal!”

Di pojok ruangan, Mikhail yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba
tersenyum. Mukanya bercahaya, persis seperti dulu ketika ia pertama kalinya
tersenyum.

Sebenarnya Simon enggan berurusan dengan orang ini. Ia baru saja hendak
menolak pesanan itu ketika Mikhail memberi isyarat agar ia menerima pesanan itu.

Simon berkata, “Mikhail, kau sajalah yang mengerjakan sepatu itu.
Aku sudah mulai tua. Mataku agak kurang awas untuk mengerjakan sepatu semahal
ini. Hati-hati, ya. Aku tak mau salah satu atau malah kita berdua masuk penjara.”

Ketika Mikhail selesai mengerjakan sepatu itu, bukan main terkejutnya Simon.
“Astaga, Mikhail, kenapa kau buat sepatu anak-anak? Bukankah yang memesan
itu orangnya tinggi besar? Celaka, kita bisa masuk penjara karena….”

Belum selesai Simon berkata, datang si pelayan orang kaya.
“Majikanku sudah meninggal. Pesanan dibatalkan. Jika masih ada sisa kulit,
istri majikanku minta dibuatkan sepatu anak-anak saja”.

“Ini, sepatu anak-anak sudah kubuatkan. Silakan bayar ongkosnya
pada Simon”, Mikhail menyerahkan sepatu buatannya pada pelayan itu.
Pelayan itu terkejut, tapi ia diam saja meskipun heran darimana Mikhail tahu
tentang pesanan sepatu anak-anak itu.

Tahun demi tahun berlalu, Mikhail tetap tidak pernah tersenyum kecuali
pada dua kali peristiwa tadi. Meskipun penasaran, Simon dan Matrena tak pernah berani
menyinggung- nyinggung soal asal usul Mikhail karena takut ia akan meninggalkan
mereka.

Suatu hari datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembar yang
salah satu kakinya pincang! Ia minta dibuatkan sepatu untuk kedua anak itu.
Simon heran sebab Mikhail tampak sangat gelisah. Mukanya muram, padahal
biasanya tidak pernah begitu.

Saat mereka hendak pulang, Matrena bertanya pada ibu itu, “Mengapa
salah satu dari si kembar ini kakinya pincang?”

Ibu itu menjelaskan, “Sebenarnya mereka bukan anak kandungku.
Mereka kupungut ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkan mereka. Padahal
belum lama ayah mereka juga meninggal. Kasihan, semalaman ibu mereka yang sudah
meninggal itu tergeletak dan menindih salah satu kaki anak ini Itu sebabnya ia
pincang. Aku sendiri tak punya anak, jadi kurawat mereka seperti anakku sendiri.”

“Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi
tentu saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya”, kata Matrena.

Mendengar itu, Mikhail kembali berseri-seri dan tersenyum untuk ketiga kalinya.
Kali ini bukan wajahnya saja yang bercahaya, tapi seluruh tubuhnya. Sesudah
tamu-tamu tersebut pulang, ia membungkuk di depan Simon dan Matrena sambil
berkata, “Maafkan semua kesalahan yang pernah kuperbuat, apalagi telah
membuat gelisah dengan tidak mau menceritakan asal usulku. Aku dihukum Tuhan,
tapi hari ini Tuhan telah mengampuni aku. Sekarang aku mohon pamit.”

Simon dan Matrena tentu saja heran dan terkejut, “Nanti dulu
Mikhail, tolong jelaskan pada kami siapakah sebenarnya kau ini?”

Mikhail menjawab sambil terus tersenyum, “Sebenarnya aku adalah
adalah satu malaikat Tuhan. Bertahun-tahun yang lalu Tuhan menugaskan aku
menjemput nyawa ibu kedua anak tadi. Aku sempat menolak perintah Tuhan itu tapi
kuambil juga nyawa ibu mereka. Aku menganggap Tuhan kejam. Belum lama mereka
ditinggal ayahnya, sekarang ibunya harus meninggalkan mereka juga. Dalam
perjalanan ke surga, Tuhan mengirim badai yang menghempaskanku ke bumi. Jiwa
ibu bayi menghadap Tuhan sendiri. Tuhan berkata padaku, ‘MIKHAIL, TURUNLAH KE
BUMI DAN PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI:

PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA?

KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA?

KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA?’

“Aku jatuh di halaman gereja, kedinginan dan kelaparan. Simon
menemukan dan membawaku pulang. Waktu Matrena marah-marah dan hendak mengusir
aku, kulihat maut dibelakangnya. Seandainya ia jadi mengusirku, ia pasti mati malam
itu. Tapi Simon berkata, “Tidakkah di hatimu ada sedikit belas kasih?”
Matrena jatuh iba dan memberi aku makan. Saat itulah aku tahu kebenaran
pertama: “YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ADALAH BELAS KASIH”

“Kemudian ada orang kaya yang memesan sepatu yang tahan satu tahun
sambil marah-marah. Aku melihat maut di belakangnya. Ia tidak tahu ajalnya
sudah dekat. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Saat itulah aku tahu kebenaran kedua:
“MANUSIA TIDAK DIIJINKAN MENGETAHUI MASA DEPANNYA. MASA DEPAN MANUSIA ADA DI TANGAN TUHAN”

“Hari ini datang ibu angkat bersama kedua anak kembar tadi. Ibu
kandung si kembar itulah yang diperintahkan Tuhan untuk kucabut nyawanya. Dan
aku melihat si kembar dirawat dengan baik oleh ibu lain. Aku tersenyum
untuk ketiga kalinya dan kali ini tubuhku bercahaya. Aku tahu kebenaran yang ketiga:
“MANUSIA DAPAT HIDUP TANPA AYAH DAN IBUNYA TAPI MANUSIA TIDAK AKAN DAPAT HIDUP TANPA TUHANNYA.”

Simon, Matrena, terima kasih atas kebaikan kalian berdua. Aku telah mengetahui
ketiga kebenaran itu, Tuhan telah mengampuniku. Semoga kasih Tuhan senantiasa
menyertai kalian sepanjang hidup.” Mikhail kembali ke surga. (Kristamedia)

“JANGAN PERNAH MENUKAR KEBAHAGIAAN DENGAN KEMEWAHAN”

“JANGAN PERNAH MENUKAR KEBAHAGIAAN DENGAN KEMEWAHAN”
December 4th, 2008 by mie2

Written by Isak RickyantoFriday, 26 January 2007Zaman dahulu kala, hiduplah seorang Raja.Raja ini seharusnya puas dengan kehidupannya, dengan segala harta benda dan kemewahan yang ia miliki.Tapi Raja ini tidak seperti itu. Sang Raja selalu bertanya-tanya mengapa ia tidak pernah puas dengan kehidupannya.Tentu saja, ia memiliki perhatian semua orang kemana pun ia pergi, menghadiri jamuan makan malam dan pesta yang mewah, tetapi, ia tetapi merasa ada sesuatu yang ku rang dan ia tidak tahu apa sebabnya.Suatu hari, sang Raja bangun lebih pagi dari biasanya dan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar istananya.Sang Raja masuk ke dalam ruang tamunya yang luas dan berhenti ketika iamendengarkan seseorang bernyanyi dengan riang… dan perhatiannya tertujukepada salah satu pembantunya. .. yang bersenandung gembira dan wajahnyamemancarkan sukacita serta kepuasan.Hal ini menarik perhatian sang Raja dan ia pun memanggil si hamba masuk ke dalam ruangannya.Pria ini, si hamba, masuk ke dalam ruangan sang Raja seperti yang telah diperintahkan. Lalu sang Raja bertanya mengapa si hamba begitu riang gembira.Kemudian, si hamba menjawab, “Yang Mulia, diri saya tidaklah lebih dari seorang hamba, namun apa yang saya peroleh cukup untuk menyenangkan istri dan anak-anak saya. Kami tidak memerlukan banyak, sebuah atap di atas kepala kami dan makanan yang hangat untuk mengisi perut kami. Istri dan anak-anak saya adalah sumber inspirasi saya, mereka puas dengan apa yang bisa saya sediakan walaupun sedikit. Saya bersukacita karena mereka bersukacita. “Mendengar hal tersebut, sang Raja menyuruh si hamba keluar dan kemudianmemanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan.Sang Raja berusaha mengkaji perasaan pribadinya dan mengkaitkan dengan kisah yang baru saja didengarnya, berharap dirinya dapat menemukan suatualasan mengapa ia seharusnya dapat merasa puas dengan apa yang dapat diperoleh dengan sekejap tetapi tidak, sedangkan hambanya hanya memperoleh sedikit harta tetapi memiliki rasa kepuasan yang besar. Dengan penuh perhatian, sang asisten pribadi mendengarkan ucapan sang Raja dan kemudian menarik kesimpulan.Ujarnya, “Yang Mulia, saya percaya si hamba itu belum menjadi bagian dari kelompok 99.”“Kelompok 99? Apakah itu?” tanya sang Raja.Kemudian, sang asisten pribadi menjawab, “Yang Mulia, untuk mengetahui apa itu Kelompok 99, Yang Mulia harus melakukan hal ini… letakkan 99 koin emas dalam sebuah kantung dan tinggalkan kantung tersebut di depan rumah si hamba, setelah itu Yang Mulia akan mengerti apa itu Kelompok 99.”

Sore harinya, sang Raja mengatur agar si hamba memperoleh kantung yang berisi 99 koin emas di depan rumahnya.Walaupun ada sedikit keraguan mucul, dan sang Raja ingin memberikan 100 koin emas, namun ia menuruti nasihat si asisten pribadi dan tetap meletakkan 99 koin emas.

Esok harinya, ketika si hamba baru saja hendak melangkahkan kakinya keluar rumah, matanya melihat sebuah kantung.Bertanya-tanya dalam hatinya, ia membawa kantung itu masuk ke dalam danmembukanya.Ketika melihat begitu banyak koin emas di dalamnya, ia langsung berteriak girang. Koin emas… begitu banyak! Hampir ia tidak percaya. Kemudian ia memanggil istri dan anak-anaknya keluar memperlihatkan temuannya.Si hamba meletakkan kantung tersebut di atas meja, mengeluarkan seluruhisinya dan mulai menghitung. Hanya 99 koin emas, dan ia pun merasa aneh.Dihitungnya kembali, terus menerus dan tetap saja, hanya 99 koin emas.Si hamba mulai bertanya-tanya, kemanakah koin yang satu lagi?Tidak mungkin seseorang hanya meninggalkan 99 koin emas.Ia pun mulai menggeledah seluruh rumahnya, mencari koin yang terakhir.Setelah ia merasa letih dan putus asa, ia memutuskan untuk bekerja lebihkeras lagi untuk menggantikan 1 koin itu agar jumlahnya genap 100 koin emas.

Keesokan harinya, ia bangun dengan suasana hati yang benar-benar tidak enak, berteriak-teriak kepada istri dan anak-anaknya, tidak menyadari bahwa ia telah menghabiskan malam sebelumnya dengan bekerja keras agar ia mampu membeli 1 koin emas.Si hamba bekerja seperti biasa, tetapi tidak dengan suasana hati yang riang, bersiul-siul seperti biasanya.Dan si hamba pun tidak menyadari bahwa sang Raja memperhatikan dirinya ketika ia melakukan pekerjaan hariannya dengan bersungut-sungut.

Sang Raja bingung melihat sikap si hamba yang berubah begitu drastis, lalu memanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan.Diceritakan apa yang telah dilihatnya dan si asisten pribadinya tetap mendengarkan dengan penuh perhatian.Sang Raja bertanya, bukankah seharusnya si hamba itu lebih riang karena iatelah memiliki koin emas.Jawab si asisten, “Ah. . tetapi, Yang Mulia, sekarang hamba itu secara resmi telah masuk ke dalam Kelompok 99.”Lanjutnya, “Kelompok 99 itu hanyalah sebuah nama yang diberikan kepada orang-orang yang telah memiliki semuanya tetapi tidak pernah merasa puas, dan mereka terus bekerja keras mencoba mencari 1 koin emas yang terakhir agar genap 100 koin emas. Kita harusnya merasa bersyukur dengan apa yang ada, dan kita bisa hidup dengan sedikit yang kita miliki. Tetapi ketika kita diberikan yang lebih baik dan lebih banyak, kita menghendaki lebih! Tidak menjadi orang yang sama lagi, yang puas dengan apa yang ada, tetapi kita terus menghendaki lebih dan lebih dan memiliki keinginan seperti itu kita membayar harga yang tidak kita pun sadari. Kehilangan waktu tidur, kebahagiaan, dan menyakiti orang-orang yang berada di sekitar kita hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Orang-orang seperti itulah yang tergabung dalam Kelompok 99!”Mendengar hal itu, sang Raja memutuskan bahwa untuk selanjutnya, ia akan mulai menghargai hal-hal yang kecil dalam hidup.Sahabat, berusaha untuk memiliki lebih itu bagus, tetapi jangan berusaha terlalu keras sehingga kita kehilangan orang-orang yang dekat dengan kita, jangan pernah menukar kebahagiaan dengan kemewahan.“Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginanmata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia” (1 Yohanes 2:16)

” BUKU TABUNGAN “

” BUKU TABUNGAN “
February 25th, 2009 by mie2

Priya menikah dengan Hitesh. Pada pesta pernikahan, ibu Priya memberinya sebuah buku tabungan. Di dalamnya berisi tabungan sejumlah Rs.1000 (Rp 246.000). Dia berkata, “Priya, terimalah buku tabungan ini. Gunakan sebagai buku catatan dari kehidupan pernikahanmu. Jika ada satu peristiwa bahagia atau yang bisa dikenang, masukkan sejumlah uang tabungan di dalamnya. Tulis kejadian yang kamu alami di baris catatan yang ada di sampingnya. Semakin besar kenangan terhadap peristiwa itu, masukkan uang tabungan yang lebih besar. Ibu sudah melakukan di awal pernikahanmu ini.. Lakukan selanjutnya bersama Hitesh. Saat kamu melihat kembali tahun-tahun yang telah berlalu, kamu akan mengetahui betapa bahagianya kehidupan pernikahan yang kamu miliki.”

Priya memberitahukan hal ini kepada Hitesh setelah pesta usai. Mereka berdua setuju bahwa ini adalah ide yang sangat bagus dan mereka tidak sabar menanti saatnya untuk memasukkan tambahan uang tabungan ke dalam buku itu.

Ini yang mereka lakukan setelah beberapa waktu :
- 7 Februari : Rs 100 (Rp 24.600), perayaan ultah pertama untuk Hitesh setelah menikah.
- 1 Maret : Rs 300 (Rp 73.800), gaji Priya naik
- 20 Maret : Rs 200 (Rp 49.200), berlibur ke Bali
- 15 April : Rs 2.000 (Rp 492.000), Priya hamil
- 1 Juni ; Rs 1,000 (Rp 246.000), Hitesh dipromosikan … dan seterusnya …

Akan tetapi setelah beberapa tahun berlalu, mereka mulai beradu pendapat dan bertengkar untuk hal-hal yang sepele. Mereka saling diam. Mereka menyesal telah menikahi orang yang paling buruk di dunia … tidak ada lagi cinta … sesuatu yang sangat tipikal di masa ini.

Suatu hari Priya berkata pada ibunya, “Ibu, kami tidak bisa bertahan lagi. Kami setuju untuk bercerai. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya telah memutuskan menikah dengan orang ini !”

Ibunya menjawab, “Baiklah, apa pun yang kamu ingin kerjakan kalau sudah tidak bisa bertahan. Tetapi sebelum kamu melangkah lebih jauh, tolong lakukan hal ini. Ingat buku tabungan yang ibu berikan saat pesta pernikahan kalian? Ambil semua uangnya dan belanjakan sampai habis. Kamu tidak bisa terus menyimpan catatan di buku tabungan itu untuk sebuah pernikahan yang buruk.”

Priya berpikir bahwa itu benar. Jadi dia pergi ke bank, menunggu di antrian dan berencana menutup buku tabungan itu. Ketika menunggu, dia melihat catatan yang ada di buku tabungan di tangannya. Dia melihat, melihat, dan melihat. Kemudian ingatan akan semua kebahagiaan dan sukacita di masa-masa yang telah lewat muncul kembali di pikirannya. Air mata menggenang dan berurai di pipinya. Kemudian dia bergegas meninggalkan bank dan pulang.

Ketika sampai di rumah, Priya memberikan buku tabungan itu pada Hitesh, dan memintanya untuk memasukkan sejumlah uang ke tabungan itu sebelum mereka bercerai.

Hari esoknya, Hitesh mengembalikan buku tabungan itu pada Priya. Dia menemukan tambahan tabungan sebesar Rs 5000 (Rp 1.230.000) dengan catatan di dalam buku tabungan: ‘Ini adalah hari dimana saya menyadari betapa saya mencintaimu sepanjang tahun-tahun yang telah kita lewati. Betapa besar kebahagiaan telah kamu bawa untukku.” Mereka berdua berpelukan dan menangis, dan meletakkan buku tabungan itu kembali di tempat semula.

Anda tahu berapa uang yang terkumpul saat mereka pensiun? Saya tidak bertanya pada mereka. Saya percaya uang bukan masalah lagi setelah mereka berhasil melalui tahun-tahun yang indah di sepanjang kehidupan pernikahan mereka.

* * * * *

“Saat engkau jatuh, jangan melihat tempat di mana kamu jatuh, tetapi lihatlah tempat di mana kamu mulanya tergelincir. ”

= Hidup adalah memperbaiki kesalahan-kesalahan =

Hachiko, kesetiaan seekor anjing - menggugah

Hachiko, kesetiaan seekor anjing - menggugah
December 9th, 2008 by mie2

Di Kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk
mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.

Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko. Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari
universitas.

Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan
Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.

Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan, “Saya akan menunggu tuan kembali.”

“Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.

Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras, “Guk!” Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang
tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.

Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang
kebetulah lewat koridor kampus.

Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu
kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia. Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya..

Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing
itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno
tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.

Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.

Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.

Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk
menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.

Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-
gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya.. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.

Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemudian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiko saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang.. Akhirnya patung Hachiko pun dijadikan simbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.

Sungguh kisah yg menggugah hati…..tak habis2nya saya meneteskan air
mata membaca cerita hidup Hachiko….